"Pemulung"
Ilustrasi : Belantara_Pena
“Kadang waktu kita menyapa pagi tak selalu sama”
Hari ini saya mendapatkan
sebuah kedamaian hati dan jiwa, saya merasakan kenikmatan hidup setelah bisa
bangun di tengah malam, di mana orang-orang sedang asyik bercinta dengan kasur
mereka masing-masing. Namun, dibalik kedamaian jiwa yang saya rasakan, masih
ada hal yang membuat saya sedih dan gelisah dalam kehidupan ini.
Kehidupan memang
terbentuk dari kontradiksi. Sebagaimana yang dikatakan oleh Marx dan Engel ada tiga Hukum
dialektika salah satunya adalah Hukum kesatuan dari Pertentangan, dan Allah pun
telah menciptakan segala sesuatu memiliki pasangannya masing-masing.
Dalam hidup ini kita akan
menemukan oposisi itu, seperti malam dan siang, Bahagia dan sedih, dan banyak lagi yang ada
di sekitar kita. Lanjut dari cerita, pada saat saya menuju masjid pukul 03:16 WIB, tidak terdengar bisingan kendaraan,
riuhnya manusia, hanya gelap dan keheningan menyapa saya. Di tengah jalan saya melihat orang yang sedang bekerja dengan profesi yang
bisa dianggap sangat rendah yaitu, Seorang pemulung. Mungkin orang akan
mengatakan bahwa jadi pemulung itu merupakan profesi yang paling rendah. Eh, itu bukan profesi pala. Wkwkw. Tapi gak papa ya! Saya
sebut aja itu sebagai profesi.
Tapi bagi saya jadi
pemulung adalah salah satu
profesi yang bagus walaupun rendah, karena hanya satu yang dicari oleh manusia yaitu, Kebahagiaan.
Sehingga apapun profesi kita, tetap
tujuannya mencari kebahagiaan. Saya
terinspirasi dengan kata-kata yang pernah ucapkan oleh Soesilo Toer adiknya Pramudya Ananta toer, beliau
mengutip perkataan Soctrates bahwa kematian adalah kenikmatan yang abdi, maka bagi Soesilo Toer menjadi pemulung adalah kenikmatan yang abadi. Karena menjadi pemulung beliau benar-benar menjadi
manusia. Sehingga apapun profesi kita hari ini, esok adalah sautu kenikmatan
dari Tuhan, Bersyukur. Lanjut,
setelah saya selesai melaksanakan Shalat Lail, melihat lagi seorang pemulung
itu yang sedang mencari sampah di dekat masjid.
Seusai Shalat Subuh saya meneruskan
aktivitas saya, sebagai mahasiswa Ilmu sejarah kita di tuntut untuk membaca, menulis, dan berdikusi, mungkin biar kayak mahasiswa.
Masjid Al-Faalah adalah
tempat saya untuk membaca buku, pagi itu saya membaca bukunya RUPERT WOODFIN
dan OSCAR ZARATE yang berjudul “MARXISME untuk Pemula” untuk menyapa mentari pagi yang menghangat tubuh. Buku
itu banyak bercerita tentang
kaum proletariat dan kapitalis. Ya
tahu aja lah Om Karl Marx.
Hari ini saya ada kelas, jadi saya pergi
kuliah dengan semangat MABA, tahu sajalah, SAYAKAN MABA. Hari ini saya kelas
mulai Jam 7:30-13:00 WIB.
Selesai kelas, kita
biasanya nongkrong di meja andalan. Meja yang biasa kita bicarakan tentang masa depan, pembaharuan dan
cerita-cerita. Setelah selesai semua aktivitas di Kampus. Seperti biasa saya kembali ke
kos (kayak mahasiswa kupu-kupu),
sampai di kos duduk sejenak sambil melepas dan simpan
tas, seperti kebiasaan waktu SMA, lalu bersiap-siap
untuk ke masjid. Kebetulan hari ini saya ada Jam mengajar di TPA Al-Faalah. Saya sangat suka anak-anak, karena bisa bercerita banyak
hal. Mereka masih Uncchh-Uncchhh. Hahaha.
Kebiasaan setiap malam, kalau tidak ada
kegiatan seperti, diskusi di luar. Ya biar
kayak mahasiswa baca buku, tidur sama buku, ya kayak kalau bisa pacarana dengan
buku. Selain itu jelas main HP, paling banyak waktunya tuh.
Itulah kesimpulan Hidup saya Hari ini.
Ibrahnya “Hidup ini memaksa
kita untuk mencari kebahagiaan. Karena sejatinya makhluk cipataan Tuhan seperti,
malaikat, Iblis, dan Manusia itu malas. Maka, sudah sepatutnya kita bersyukur
atas segala yang kita miliki hari.”
Yogyakarta, 22 Oktober 2018
Tulisan ini, saya tulis ketika
awal kuliah. Maaf misalnya tidak bagus dan indah. Ini tulisan kedua saya. sekarang sudah banyak tapi simpan buat konsumsi pribadi.
Komentar
Posting Komentar