Lebih dekat denganku
"Lahir di keluarga yang kurang mampu adalah takdir"
Hallo teman-teman!
Sebelum kalian mengenal diriku lebih dekat, aku sedikit akan menceritakan tentang diriku.
Aku Fath, ya orang-orang sering panggil aku fath. aku lahir dari dua sosok manusia hebat, aku lima bersaudara, dan aku anak ke-empat. Aku lahir di desa kecil yang berada di bumi Kabupaten Bima, yaitu Desa Wora. Desa yang dikelilingi oleh bukit, belantara dan jauh dari kata maju. Masa kecilku lebih banyak di sawah. Sampai pada usia 10 tahun, aku masih tinggal di sawah, sebelum masuk SMP.
Tinggal digubug kecil yang beralaskan bambu buatan sendiri, dinding dari daun kelapa, segalanya serba kekurangan, tapi tetap indah, hehe. Setiap hari hanya dengar suara binatang, melihat belantara, tanpa gedung, tanpan bisingan kendaraan, ya, hidup yang jauh dari kata peradaban. Itu sebabnya aku mengagumi sawah.
Lahir di keluarga yang kurang mampu, memang tidak pernah ada dalam bayangan kita semua. Tapi itulah takdir, kita tidak bisa melawan dan menolak segala realitas takdir yang terjadi dalam hidup kita. Jujur, dari kecil aku tidak pernah megang uang sebanyak (2rb, 5rb, 10rb,), kecuali aku cari kerja sendiri. Melihat uang Rp 500, itu sudah bersyukur.
Ya, hidupku dulu yang penting bisa makan. Orang tuaku mengajarkan kami untuk hidup sederhana, ya memang sederhana. So, jangan heran jika teman-teman melihat penampilan dan gaya hidupku tidak terlalu mewah. Dari kesederhanaan tersebut, aku belajar banyak hal.
Aku! yang kalian lihat saat ini, bukan berasal dari keluarga yang berada. Sungguh jauh dari yang kalian bayangkan. Aku sama sekali tidak berpikir untuk sekolah tinggi-tinggi. Karena mindset orang desa, harus jadi petani. Lama hidup di sawah mebuatku sangat dekat dengan kata petani. Aku bercita-cita ingin jadi petani sukses, bukan sekolah seperti sekarang.
Dari SD aku tidak pernah sekolah dengan serius. Sama sekali tidak pernah, saat itu yang penting bisa baca dan menulis. Itu sudah cukup bagiku. Seingatku, aku sangat sering didatangi sama guruku waktu SD, karena sering ninggalin sekolah.
Di usia 10 tahun sudah mulai berkerja sebagai buruh tani sampingan, selain mengurus sawah dan ladang bantu orang tua. Dari hasil kerja itu, aku bisa membeli pakaian sendiri, karena di keluarga kami, baru bisa dapat baju, celana, sandal baru setelah panen kacang, sekali setahun.
Tapi sering berjalannya waktu, hidup kita pasti berubah. Kita semua tidak pernah tahu apa yang terjadi dalam hidup kita esok. Semua itu menjadi teka-teki yang sukar tuk dipecahkan. Kita semua hanya hidup sesuai Qadar-Nya.
Kini, usaiku telah menginjak 19 tahun, tanpa disadari aku telah menjadi Mahasiswa, menjadi mahasiswa tidak pernah dibayangkan oleh anak yang lahir dari keluarga yang kurang mampu seperti ku. Tapi itulah kehidupan, Allah selalu berhendak baik pada hamba-hamba-Nya.
Aku yang kalian lihat saat ini, pernah menjadi laki-laki penjual Salome (bahasa Bima) atau cilok di masa SMA. Aku tidak malu, aku keliling kelas untuk menjualnya. Lumayan buat makan sendiri.
Aku merantau dari SMA, uang jajan setiap bulan 200rb. Uang itu sudah cukup untuk biaya hidup selama jauh dari orang tua. Uang tambahanku saat itu, hanya dari hadiah juara lomba. Dari hadiah lomba juga, aku bisa berbagi sama teman-temanku yang senasib seperti hidupku.
Hampir semua keluarga memiliki nasib yang sama seperti keluargaku. Keluarga dari Ayah dan Ibu sama dari petani. Ayah dan Ibuku termasuk yang beruntung diantara yang lain.
Dari seluruh keluargaku, baik dari ayah dan ibu, cuma aku yang kuliah di Pulau Jawa, Jogja. Sepupuku yang lain, ada yang putus sekolah, nikah, dan kuliah di Bima. Aku sendiri nekat untuk kuliah di Pulau Jawa, walaupun mayoritas teman-temanku kuliah di NTB dan Sulawesi.
Aku bisa lanjut kuliah sampai saat ini, karena ada beasiswa dari pemerintah. Jika tidak ada, mungkin aku tidak bisa melanjutkan mimpiku kuliah di Jogja. Aku hanya bermodalkan yakin dan percaya akan sebuah mimpi..
Aku tidak akan cerita banyak cukup sampai di sini aja, ya.
Kalian bisa juga baca kisahku, di Buku Kisah Inspiratif BM Fait ITB 2020. Alhamdulillah setelah mengikut lomba bersama 808 peserta dari 159 Kampus seluruh Indonesia. Karyaku terpilih sebagai salah satu dari 30 Karya terbaik.
"Kita semua tidak pernah tahu takdir dalam hidup ini. Besok kita mau jadi apa, itu tetap menjadi rahasia Sang pemilik kehidupan. Tugas kita hanya melakukan yang terbaik"
Komentar
Posting Komentar