"Titik Mushala"

Aku senang bisa menulis kisah asmara. Banyak orang yang tidak kenal dekat denganku, siapa dan bagaimana aku yang sebenarnya! Tapi aku selalu berusaha menceritakan lewat tulisan, karena tidak semua teman, tempat aku bercerita. 

Aku termasuk cowok yang kaku dalam pergaulan, seperti yang aku jelaskan pada tulisan pertamaku. Ketika sahabat dan teman-teman sudah punya cewek, aku malah lebih sibuk dengan sekolah. Tapi lama-lama aku merasa, dunia ini kering tanpa kisah-kisah asmara. 

Suatu ketika aku pernah jatuh cinta pada seorang cewek. Teman-temanku senang mendengarnya, mungkin mereka tidak menyangka aku bisa punya pacar. 

Aku tidak akan bercerita tentang cewek yang menjadi orang pertama mengisi hatiku. Tapi aku akan bercerita kisahku dengan seorang cewek misterius. 

Teman-teman dekat ku pasti tahu siapa cewek itu! Aku berharap bisa dibaca sampai selesai. 

Mari kita mulai bercerita....

****

Sore itu suasana sekolah telihat sepi, guru, siswa, dan orang-orang yang biasa main di sekolah sudah pada pulang. Sementara aku dan beberapa siswa masih berada di ruang TU sekolah, mengurus berkas dan beberapa nilai yang perlu diperbaiki. Di antara mereka ada cewek yang aku kagumi! Sebenarnya aku juga tidak terlalu memperhatikan dia, karena aku kejar pendaftaran ulang dan mengupload berkas SNMPTN. 

Sinar matahari tak lagi bercahaya, mendung, ya mendung yang bisa mengambarkan suasana sore itu. Pelayanan TU juga akan segera di tutup, kami semua keluar dan beranjak untuk pulang. 

Seperti biasa, aku selalu bawa motor Mio Soul warna merah campur putih. Aku keluar dari ruangan TU langsung menuju Mushola  tempat aku parkir motor. 

Ada seorang siswi berjilbab jalan sendirian, tak seorang pun yang berjalan keluar menuju gerbang bersamanya. Aku tahu siswi itu, dia yang aku maksud. Aku memperlambat motorku, aku berniat untuk memboncengnya.

Aku termasuk type cowok pemalu lho, muncul berbagai pertanyaan di kepala ku, apakah aku akan sapa dia atau tidak? Kalau aku sapa, takut di bilang yang enggak", dan kalau tidak sapa dia takutnya dianggap sombong. 

Ahh, aku terlalu kaku, akhirnya aku berpikir. Bentar lagi Aku akan pergi ke Jogja sementara dia akan pergi ke Makassar, bagiku pertemuan itu menjadi yang terakhri sebelum semua pergi dengan mimpi kita masing-masing. Aku memberanikan diri untuk menyapanya. Aku tahu, dia pasti akan naik ojek seperti biasanya. 

"Hai, sendirian? Pulang pake apa? Ada yang jemput? Ayok, aku antar!" Dia masih jalan tanpa melihat aku, aku tahu dia baru hijrah kata teman kelas ku, bisa jadi dia lagi berusaha menjaga pandangannya.

Dia menghentikan langkah kakinya di pertigaan sebelum gerbang Selatan sekolah. Sekedar informasi ,di sekolah ku ada dua gerbang, sebelah selatan dan utara. Biasanya gerbang yang utara akan di buka mulai dari pagi sampai pulang, sementara gerbang selatan di buka saat pulang sampai malam. 

Dia menghentikan langkahnya, lalu memandang aku. Dia menjawab pertanyaan dengan sedikit terlihat malu-malu, tapi benar sore itu tidak ada seorang pun, kecuali kami berdua keluar. 

"Tidak usah, aku naik ojek aja, aku akan menunggu ojek di depan gerbang" Tolaknya dengan suara yang pelan dan ramah. Aku berharap sore itu dia mau dengan ajakan aku. 

"Tapi, ini udah mau Maghrib, Ojek tidak ada yang lewat, bentar lagi mau adzan juga" Aku berusaha membujuknya. Dia terlihat sedang mikir, apakah akan tetap dengan egonya (Malu) atau akan pulang bersamaku? Hari semakin gelap sementara dia harus menunggu ojek, jarak Tolobali ke Santi lumayan jauh, kalau larinya kencang 10 menit nyampe tapi kalau pelan-pelan sekitar 15 menitan. 

"Oke deh, aku mau! Ini yang pertama dan terakhir" Jantungku berdebar-debar, mimpi apa aku semalam? tapi aku masih dibuat bingung  dengan kalimat terakhir dia "Ini yang pertama dan terakhir", aku kaget mendengarnya, aku berusaha untuk santai sambil berpikir buat menanggapinya. Dia sudah naik di atas motor, duduk di belakangku. 

"Kenapa bilang begitu?" kutanya dia. Sebelum dia menjawab, terlintas di kepalaku jawabannya. 

"Oh iyah, Kita kan kuliahnya berbeda, aku akan pergi ke Jogja sementara kamu ke Unhas!". lanjutku dengan sedikit bercanda. 

Belum selesai sampai di situ, aku bilang lagi "Aku yakin suatu saat aku akan membonceng mu lagi!". 

Kami berdua beranjak untuk meninggalkan sekolah, kami keluar dari gerbang lalu belok kiri kemudian lurus melewati MIN Tolobali, lewati  kampus STIE yang di depanya ada masjid Khusnul Khotimah, belok kiri lagi di pertigaan jembatan dekat tempat foto copy. Kami lurus terus, melewati Saleko, kampus IAIM Bima, melewati perempatan Ranggo. 

****

Terlihat jelas hari makin gelap, mungkin gelap iri melihat dua insan yang tidak pernah terpikirkan bisa bertemu kemudian menjadi teman baik. Benar kata Ericr Fromm, kita adalah dua insan asing yang mampu menghancurkan tembok-tembok pemisah. 

Sepanjang perjalanan, kami berbincang banyak hal sebelum sampai di rumah tempat dia tinggal. Di daerah Santi sih katanya. Tapi kita lihat aja nanti, soalnya aku sudah melewati beberapa kelurahan, jalan menuju rumahnya juga tidak asing lagi bagiku. 

Bersambung.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kereta Cinta belum Sampai

‘Tanah Cita-Cita”

Dialektika Perasaan